Senin, 09 September 2019

Masjid Azizi di Tanjung Pura, Kab. Langkat

PUTRAWANKURNIA.BLOGSPOT.COM - Mesjid Azizi adalah peninggalan zaman kesultanan langkat, istilah kesultanan berasal dari kata "Sultan" yang berasal dari bahasa Arab سلطان yang dapat diartikan "kekuatan", "kepemerintahan" atau juga bisa diartikan "wewenang".
 
Sepanjang sejarah yang berkaitan dengan keislaman, istilah sultan merupakan gelar terhadap seorang sosok yang berkuasa pada sistem pemerintahan. Hal ini pula lah mengapa istilah sultan sangat erat kaitannya dengan Melayu karena suku ini identik dengan keislaman. Sultan berarti para pemimpin yang berkuasa pada suatu wilayah, jadi sistem pemerintahannya bisa dikatakan monarki yang artinya seorang yang berkuasa pada suatu wilayah, kurang lebih demikian.

Jika kita baca pada sumber-sumber tertulis sejarah berdirinya Masjid Azizi, tempat ibadah umat Muslim ini di inisiasi dan dimulai pembangunannya oleh masa kesultanan pertama sekali di Langkat yaitu Sultan Musa bernama lengkap dan bergelar Sri Paduka Tuanku Sultan al-Haj Musa al-Khalid al-Mahadiah Mu’azzam Shah, pemerintahan sultan yang pertama kali memerintah sekitar lebih dari 250 tahun silam. Pembangunan Masjid Azizi pun dimulai sekitar pada masa-masa akhir pemerintahan beliau dan diselesaikan pada masa pemerintahan anaknya yang bernama Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmad Shah.

Berikut adalah masa pemerintahan yang dipegang oleh masing-masing sultan langkat :

1840-1893 : Sri Paduka Tuanku Sultan al-Haj Musa al-Khalid al-Mahadiah Mu’azzam Shah
1893-1927 : Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmad Shah
1927-1946 : Sultan Mahmud Abdul Jalil Rahmad Shah

Menilik sejarah adalah kegiatan yang sangat menarik sekali, kita tidak akan pernah cukup menggali dalam akan panjang peristiwa, pengaruh, perjalanan, peralihan pemerintahan, pengalihan kekuasaan, peperangan, dan lain sebagainya akan sejarah suatu hal, termasuk sejarah perjalanan pemerintahan yang ada di pulau Sumatera, mereka saling berkaitan satu sama lain, silih berganti dari masa yang satu ke masa lainnya, pengaruh, kebiasaan, adat istiadat, keyakinan, dan seterusnya.

Nama Langkat sendiri diperkirakan muncul sekitar tahun 1500/1600-an masehi. Dari berbagai sumber yang hampir-hampir mirip masanya namun kita tidak tahu pasti persis dan bagaimana istilah nama Langkat terjadi, ada pula yang mengatakan di zaman atau masa abad ke-15/16 tersebut dahulu terdapat pepohonan yang menyerupai pohon langsat namun buah dari pohon-pohon yang disebut ini rasanya agak pahit, maka disebutlah pada masa itu terdapat sebuah kerajaan di daerah dimana  banyak pepohonan langkat (menyerupai langsat namun buahnya pahit).

Pohon-pohon yang dimaksud ini terdapat disekitar sungai-sungai yang ada di teritorial Langkat pada masa itu, kemungkinan pohon-pohon yang dimaksud adalah masih dalam keluarga jenis pohon langsat yang memang seingat saya masih sempat saya rasakan buah ini ketika masih kecil, ada yang rasanya manis namun ada pula yang pahit.

Buah langsat ini mirip sekali dengan buah duku, akan tetapi sifat daging buahnya sangat melekat di biji dan kulitnya agak kenyal, bahkan seingat saya kulitnya bisa dimakan dan rasanya masam, beda dengan kulit buah duku yang rasanya pahit dan memiliki biji yang berukuran lebih kecil.

Gbr. 1 : Halaman depan masjid
(pintu masuk kendaraan)
Sementara di daerah Langkat sendiri, saat ini setahu saya pohon langsat bisa dibilang susah dicari kecuali berada di dalam hutan disekitar Langkat mengingat pertumbuhan penduduk dan pengembangan lahan, dan seterusnya.

Gambar 1 (satu) disamping, saya ambil ketika saya dari kota Medan menuju Tanjung Pura, perjalanan dimulai dari kota Medan sekitar pukul 07:30 (selepas maghrib) dan  tiba sekitar pukul 9:30 WIB di kecamatan ini.

Pada malam hari masjid ini masih tetap dibuka, jadi pengunjung boleh-boleh saja untuk datang kemari dimalam hari.

Masjid ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Tanjung Pura dan suku Melayu khususnya akan sejarah panjang Masjid ini sebagai bukti kehadiran sultan di masa silam.




Gbr. 2 : Masjid Azizi kecamatan Tanjung Pura
Pembaca, ada hal yang saya rasakan menarik ketika mengalami suasana di malam hari di daerah kota di Tanjung Pura ini sebagai penduduk yang berada di wilayah kecamatan Tanjung Pura. Apabila kita menyusuri kota dimalam hari khususnya di kelurahan Pekan Tanjung Pura, entah barangkali hanya perasaan saya saja atau apa bahwa saya merasakan suasana ketenangan dan kesunyian dan ada jejak-jejak kultur, budaya, keislaman yang demikian seolah masih terasa disini.

Dahulu sekitar tahun 90-an suasana pekan Tanjung Pura ini masihlah sunyi, sempat juga daerah kota (kelurahan Pekan Tanjung Pura) dijuluki sebagai "Kota Hantu" karena sunyinya dan saat itu belum begitu banyak hilir mudik dan suasana penduduk yang ada seperti sekarang ini. Mungkin ada kaitannya dengan peristiwa di masa lalu perihal runtuhnya era kesultanan langkat, ditambah lagi peristiwa dari akibat situasi politik di masa tahun 1990-an yang mengakibatkan beberapa lokasi di wilayah ini menjadi dampak yang demikian mencekam. Ada beberapa peristiwa juga yang melatar belakangi namun tampaknya dilatar belakangi dari situasi politik, berimbas pada peristiwa pertikaian ormas-ormas yang ada.


Gbr. 3 : Foto diambil dari pintu keluar kendaraan
Masa dimana tiba hari lebaran Idul Fitri juga masih dibilang tidak begitu ramainya hingga seperti saat ini.

Banyak penduduk yang mulai berdatangan dari berbagai daerah atau mungkin pertumbuhan penduduk yang signifikan menyebabkan kota ini kini terlihat demikian ramai aktifitas penduduk.

Demikianlah tulisan singat ini saya buat, dilain waktu apabila ada tambahan akan saya coba perbaharui tulisan saya ini. Terima kasih sudah membaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar